Ketua Pansel Sekda Tebingtinggi Jadi Sorotan: Praktik Tak Lazim yang Picu Kontroversi
Tebingtinggi Cerita– Penunjukan Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tebingtinggi menjadi sorotan publik setelah terungkap adanya praktik yang dinilai tidak lazim. Yang mengejutkan, ketua pansel justru berasal dari non-Aparatur Sipil Negara (ASN), padahal terdapat empat anggota pansel lain yang memenuhi syarat untuk menduduki posisi tersebut.
Komposisi Pansel yang Mengundang Tanya
Berdasarkan informasi yang diperoleh, tim pansel terdiri dari lima orang:
-
1 orang ASN dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
-
2 orang ASN dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu)
-
1 orang akademisi berstatus ASN
-
1 orang tokoh masyarakat non-ASN
Baca Juga: Satuan Reskrim Polres Tebingtinggi Ungkap Kasus Penggelapan Tikar Busa Senilai Rp12 Juta
“Dari lima anggota pansel, empat orang adalah ASN yang memenuhi syarat untuk menjadi ketua. Tapi kenapa yang terpilih justru non-ASN? Tentu ini menjadi persoalan serius,” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Ketidaklaziman yang Berpotensi Cacat Hukum
Praktik penunjukan non-ASN sebagai ketua pansel dinilai tidak lazim karena tidak sesuai dengan praktik umum yang berlangsung di berbagai daerah. Seorang sumber menyatakan, “Di berbagai daerah lain, ketua pansel selalu berasal dari ASN. Jadi hanya di Tebingtinggi hal seperti ini terjadi.”
Para ahli hukum tata negara menilai produk pansel yang tidak lazim berpotensi cacat hukum dan berpeluang digugat melalui proses pengadilan. Ketidaklaziman ini dapat membuka pelaku pembatalan hasil seleksi jika terbukti melanggar prinsip-prinsip good governance.
Dugaan Campur Tangan Politik
Yang semakin menguatkan kecurigaan adanya ketidakberesan dalam proses ini adalah latar belakang ketua pansel non-ASN tersebut. Seorang pensiunan pejabat mengungkapkan, “Ketua pansel ini ketika Pilkada merupakan tim sukses Walikota. Jadi ini menciptakan preseden buruk terkait independensi posisi ketua pansel.”
Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya campur tangan politik dalam proses seleksi Sekda, yang seharusnya berjalan objektif dan independen.
Tanggapan Resmi Pemerintah
Menanggapi kontroversi ini, Kepala BKPSDM Tebingtinggi, Abdul Halim Purba, menyatakan bahwa proses pembentukan pansel telah sesuai dengan peraturan. “Proses ini telah diatur dalam PP No. 11/2017 dan Permendagri No. 15/2019,” ujarnya pada Senin (27/10).
Namun, ketika ditanya tentang pengaturan posisi ketua pansel, Halim mengakui bahwa hal tersebut tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan. “Hanya diatur soal pansel saja,” tulisnya dalam pesan WhatsApp.
Pertanyaan kritis tentang mengapa ketua pansel justru non-ASN padahal ada empat ASN yang memenuhi syarat dijawab Halim dengan menyatakan tidak ada masalah setelah berkonsultasi dengan BKN Pusat. “Mungkin tidak masalah pada petunjuk teknis, makanya diluluskan,” terang Halim.
Kontroversi Sekda Terpilih
Di tengah kontroversi proses seleksi ini, calon Sekda terpilih juga memiliki catatan kontroversial terkait beasiswa utusan daerah (BUD) yang diduga menguntungkan anaknya. Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi terkait masalah BUD tersebut.
Implikasi dan Dampak
Kontroversi ini berpotensi mengganggu proses pembangunan di Tebingtinggi karena:
-
Krisis Legitimasi: Sekda yang terpilih dari proses yang dipertanyakan akan kesulitan memimpin birokrasi secara efektif
-
Politik Birokrasi: Dapat memicu konflik internal dalam birokrasi kota Tebingtinggi
-
Preseden Buruk: Dapat menjadi contoh buruk bagi tata kelola pemerintahan yang baik












