1. Udara Jakarta 3 Dunia Urutan Terburuk, Warga Diminta Waspada!
Tebinginggi Cerita Udara Jakarta Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta pagi ini tercatat 159 (PM2.5 67,2 µg/m³), masuk kategori tidak sehat, dan menjadi kota dengan udara terburuk ketiga di dunia setelah Kuwait dan Kinshasa
Kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan pasien pernapasan disarankan membatasi aktivitas luar dan mengenakan masker. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengaktifkan 31 stasiun pemantau terpadu untuk mengawasi perkembangan polusi harian dan mendukung kebijakan berbasis data real-time.
2. Level 159, Masuk Zona “Tidak Sehat”—Apa yang Bocor di Udara Jakarta?
Dengan AQI 159 pagi ini, Jakarta tergolong ke dalam level yang sudah mengkhawatirkan. Data IQAir menunjukkan polutan PM2.5 jauh di atas ambang “baik” (≤50), bahkan mencapai jauh di atas kategori “sedang” (51–100)
Sumber polusi didominasi kendaraan bermotor (57%), pembangkit listrik berbatu bara (14%), debu konstruksi (13%), serta pembakaran terbuka (9%) DLH dan BMKG pun mendukung data ini lewat alat pemantau stasiun udara modern.
3. Waspada! Jakarta Pagi Ini Jadi Kota Paling Tercemar ke-3 Dunia
Dengan pencemaran PM2.5 di angka 67,2 µg/m³, warga Jakarta kembali diingatkan untuk waspada. Selain masker, disarankan menutup ventilasi rumah selama pagi hari dan menggunakan penyaring udara.
Baca Juga: Polsek Pantee Bidari Salurkan Bantuan kepada Korban Longsor di Aceh Timur
4. Kemarau dan Kendaraan Bermotor: Kombinasi Penghambat Udara Bersih di Jakarta
Masuknya musim kemarau dan minim hujan membuat polusi terperangkap di langit Jakarta.
DLH DKI memanfaatkan sistem integrasi berbasis 31 stasiun pemantau untuk mengkaji tren udara dan memperingatkan masyarakat melalui update real-time.
5. DLH Jakarta Terapkan Sistem Terpadu: Real Time, Reaksi Cepat
Masuknya musim kemarau dan minim hujan membuat polusi terperangkap di langit Jakarta. Kondisi ini diperparah oleh tingginya emisi kendaraan—lebih 26 juta unit menjadikan emisi menjadi sumber polusi utama
DLH DKI memanfaatkan sistem integrasi berbasis 31 stasiun pemantau untuk mengkaji tren udara dan memperingatkan masyarakat melalui update real-time. Untuk menangani kualitas udara yang fluktuatif, Dinas Lingkungan Hidup DKI meluncurkan platform pemantauan terpadu yang terhubung 31 stasiun SPKU.












